Sunday, April 5, 2009

Sejarah Engine Cummins

. Sunday, April 5, 2009
3 comments


QST30Cummins Engine QST30


Sejarah Awal


Perusahaan engine Cummins berdiri pada tanggal 3 Februari 1919 oleh Clessie Lyle Cummins dam William Glanton Irwin. Cummins awalnya bekerja sebagai sopir W.G.Irwin pada tahun 1908, dan kemudian meningkat menjadi mekanik kendaraan. Selama Perang Dunia I, Cummins membuka bengkel engine dan saat itu ia menyadari bahwa teknologi engine yang ditemukan oleh Rudolph Diesel pada tahun 1890-an cukup menjanjikan, penggunaan bahan bakar yang ekonomis dan tahan lama. Karena itu Cummins membeli hak pabrikasi dari lisensi engine Deutch (Belanda) bernama Hvid, sehingga muncullah engine Hvid pertama pada tahun 1919. Engine Hvid ini merupakan model 4 langkah, dengan tenaga yang dihasilkan 6 HP dan digunakan untuk stasionari power. Dengan bantuan H.L. Knudsen, Cummins memulai mekakukan pembuatan engine desain sendiri.


Tahun-tahun penting yang berkaitan dengan engine Cummins :


  • Pada tahun 1925, Cummins membuat engine rancangan sendiri, yaitu model F.
  • Pada hari Natal tahun 1929, W.G. Irwin untuk pertama kalinya mengendarai mobil (Limosin Packard) yang bertenaga dari diesel Cummins dari Indianapolis ke New York dengan biaya bahan bakar US$ 1.38 per 800 mil.
  • Pada tahun 1931, tim Cummins mencatat ketahanan sampai 13.535 mil di Indianapolis Motor Speedway.
  • Pada tahun 1932, Cummins membuat engine model H dengan 6 silinder dan power 125 HP. Truk yang menggunakan engine ini diuji untuk berjalan tanpa henti sepanjang 14.600 mil di Indianapolis Motor Speedway dan menghabiskan biaya bahan bakar US$ 17.54.
  • Pada tahun 1937, perusahaan Cummins untuk pertama kali menjual engine diesel dengan supercharger dan pertama kali mendapatkan keuntungan.
  • Kemudian pada tahun 1940, pertama kali Cummins memberikan jaminan 100.000 mil.
  • Pada tahun 1954, Cummins menemukan sistem injeksi bahan bakar PT.
  • Pada tahun 1992, engine berbahan bakar gas alam buatan Cummins pertamakali lulus pengujian emisi pada California Air Resources Board.

Clessie Cummins adalah Bapak Diesel di Amerika Utara. Pencetus gagasan, adanya desain sistem injeksi bahan bakar ‘ PT System ’ pada engine Cummins.


William G Irwin adalah Pemilik bank di Columbus yang menyediakan dana yang dibutuhkan untuk membuat engine diesel dan merealisasikan impian Cummins.


Engine Cummins Pertama


Joint venture pertama Cummins dan W.G. Irwin pada tahun 1919


image


Engine pertama Cummins dengan silinder tunggal Menggunakan penyalaan kompresi ‘ Compression Ignition ’ untuk menyalakan bahan bakar. Dirancang di Belanda oleh Robert M.Hvid.


Perusahaan engine Cummins Membuat lisensi untuk membuat model engine dengan power 1.5, 3, 6 dan 8 HP yang dikontrol oleh governor pada 500 dan 600 rpm.


Cerealine Building


Pabrik cummins


Perusahaan engine Cummins didirikan pada tanggal 3 Februari 1919. Fasilitas pertama – Cerealine Mill 1.400 meter persegi. Antara tahun 1919 dan 1925 perusahaan engine Cummins mempunyai karyawan kurang dari 20 orang.


Race Car 1952


Race Car 1952


Mobil balap Cummins mendapatkan posisi terdepan pada saat start, tetapi karena sempitnya ruang engine maka tidak dapat dipasangkan saringan udara (air cleaner). Sebagai akibatnya, udara yang disuplai ke engine menjadi kotor, dan melemahkan performan mobil balap Cummins, dan kondisi menurun pada lap ke-72. Namun bagaimanapun, yang paling penting bahwa Cummins telah mampu menguji kemampuan PT Fuel System.


Spesifikasi Engine:

Engine model : Cummins Model J

Displacement : 401 cu.in.

Horsepower    : 430 @ 4600 rpm

Fuel system    : PT Pump


Sekarang


Sekarang, Cummins masih komitmen untuk memimpin dalam bidang industri dengan inovasi di dalam berbagai aspek desain engine, proses produksi dan distribusi. Cummins mengalokasikan dana sekitar US$ 250 juta setiap tahun untuk penelitian dan pengembangan. Investasi tersebut sangat penting untuk solusi dan pengembangan inovasi mengenai emisi, kontrol elektronik, dan bahan bakar alternatif. Yang pada akhirnya meningkatkan pelayanan kepada customer, dengan memberikan teknologi yang unggul seperti: memberikan efisiensi bahan yang baik dan produktivitas yang tinggi, serta peka terhadap konservasi lingkungan.


Desain Engine Cummins


• Diesel Engine Putaran Tinggi

• Engine Empat Langkah

• Cooling System dengan Media Pendinginan Air

• Engine Block: In-line dan V type

• Pemasukan Udara: Naturally, Turbocharged & Aftercooled Aspirated

• Terdapat 4 valve tiap silinder (kecuali Mid Range Engine; 2 valve per silinder)

• Tipe silinder : Replaceable Wet Liner Type, kecuali B series engine

• Penginjeksian bahan bakar dengan ‘Direct Injection’

• Ruang bakar: ‘Direct Combustion Chamber’

• Sistem bahan bakar ‘PT System’ (kecuali: B, C series dan QST)

   - Pompa bahan bakar tidak membutuhkan timing

   - Pengaturan waktu injeksi dikontrol oleh cam-lobe

   - Cam-lobe menggerakkan injektor


Model dan Range Engine Cummins.

  • B Series ,inline 4 cylinder ( 3,9 liters ) ,HP antara 53 – 150.
  • B Series ,inline 6 cylinder ( 5,9 liters ) ,HP antara 97 – 355.
  • C Series ,inline 6 cylinder ( 8,3 liters ) ,HP antara 150 – 430.
  • L Series ( L10 ) ,inline 6 cylinder ( 10 liters ) ,HP antara 195 – 350.
  • M Series ( M11 ) ,inline 6 cylinder ( 11 liters ) ,HP antara 225 – 450
  • N855 Series ( N855 ) ,inline 6 cylinder ( 855 cu. in. – 14 liters ) ,HP antara 195 – 465.
  • N Series ( N14 ) ,inline 6 cylinder ( 14 liters ) ,HP antara 305 – 530.
  • V Series ( V903 ) ,V 8 cylinder ( 14,8 liters ) ,HP antara 295 – 660.
  • V Series ( V28 ) ,V 12 cylinder ( 28 liters ) ,HP antara 614 – 800.
  • K Series ( K19 ) ,inline 6 cylinder ( 19 liters ) ,HP antara 336 – 700.
  • K Series ( KV38 ) ,V 12 cylinder ( 38 liters ) ,HP antara 750 – 1350.
  • K Series ( KV50 ) ,V 16 cylinder ( 50 liters ) ,HP antara 1180 – 2000.
  • Quantum Series ( QSK19 ) ,inline 6 cylinder ( 19 liters ) ,HP antara 450 – 750.
  • Quantum Series ( QST30 ) ,V 12 cylinder ( 30,5 liters ) ,HP antara 750 – 1200.
  • Quantum Series ( QSZ dan QSW ) ,inline 6 – 8  cylinder ,V 12,16 dan 18 cylinder ( 27 – 136 liters ) ,HP antara 670 – 6000.

Sejarah Engine B & C

  • Tahun 1978 : Diskusi gabungan Case & Cummins mulai dilakukan. Cummins memiliki teknologi dan kemampuan rekayasa, sedangkan Case memiliki volume pabrik yang besar.
  • Tahun 1979 : Rancangan engine 4 silinder mulai dibuat bulan Mei. Pengujian ketahanan pertama dilakukan bulan Agustus, dan rancangan tahap 1 selesai bulan Oktober.
  • Tahun 1980 : Membeli tool untuk engine secara keseluruhan pada bulan Mei.Engine 4 dan 6 silinder tahap kedua diuji bulan Mei. Prototif pertama dibuat pada bulan Juli. Prototif engine baru dapat dipakai untuk OEM pada bulan September. Perjanjian ditandatangani pada bulan Oktober.
  • Tahun 1981 : Prototif engine 4B(T)3.9 dipakai untuk uji lapangan.
  • Tahun 1982 : Prototif engine 6B(T)5.9 dipakai untuk uji lapangan.
  • Tahun 1983 : Prototif engine 6C(T)8.3 dipakai untuk uji lapangan. dan tahun ini juga di bulan Juli engine 4B(T)3.9 awal pertama kali di produksi.
  • Tahun 1984 : Produksi awal engine 6B(T)5.9.
  • Tahun 1985 : Produksi awal engine 6C(T)8.3 pada bulan Oktober.

Sejarah Engine L10

  • Tahun 1974 : Konsep pembuatan sedang dimulai.
  • Tahun 1976 : Rancangan (Blue-print) engine untuk pasaran truk tugas berat di Eropa. Desain: silinder ada di dalam blok, konstruksi rangka blok berjenjang, dan flywheel housing menyatu dengan blok.
  • Tahun 1978 : Rancangan engine XT10, ditujukan untuk pasar dunia dengan tugas berat. Memakai cylinder liner tipe basah. Konstruksi rangka blok berjenjang, dan flywheel housing terpisah dengan blok.
  • Tahun 1979 : Prototif engine dibuat dan diuji di pabrik engine Jamestown.Pengujian ketahanan dilakukan selama 4.555 jam. Sebanyak 20 engine dipakai untuk pengujian dynamometer, 40 engine dipakai untuk uji lapangan dan 5 engine dipasang pada OEM.
  • Tahun 1980 : Rancangan water jacket L10 mulai dirancang dengan tujuan meningkatkan kemampuan service, tahan uji dan mengurangi biaya. Prototif pertama dibuat bulan maret. Prototif engine dibuat sebanyak 63 engine di pabrik Jamestown bulan Agustus-Desember Uji ketahan dilakukan selama 8.000 jam. 14 engine dipakai untuk uji dynamometer, 15 untuk uji lapangan dan 34 dipasang di OEM.
  • Tahun 1981 : Produksi terbatas mulai dilakukan di pabrik engine Jamestown.Sebanyak 330 engine dibuat dari bulan Juli 1981 sampai dengan Februari 1982.
  • Tahun 1988 : Produksi massal / penuh di Jamestown dan Shotts.

Sejarah Engine K

  • Tahun 1968 : Cummins mengetahui bahwa engine diesel tugas berat dan power lebih besar akan banyak dibuthkan.
  • Tahun 1969 : Rancangan untuk engine K-6 inline (K19) dan K-12 V (K38) mulai dibuat.Tahun 1970 : Untuk pertama kali, engine K19 dilakukan uji di laboratorium.
  • Tahun 1971 : Untuk pertama kali, engine K38 dilakukan uji di laboratorium.
  • Tahun 1972 : Rancangan untuk engine K-16 V (K50) mulai dibuat.
  • Tahun 1973 : Pembelian pabrik produksi, membentuk group industri, pertama kali engine K19 dan K38 diuji di lapangan.
  • Tahun 1974 : Produksi pertama kali untuk engine K19 dan K38.
  • Tahun 1975 : Untuk pertama kali, engine K50 dilakukan uji di laboratorium.
  • Tahun 1976 : Untuk pertama kali, engine K50 diuji di lapangan.
  • Tahun 1978 : Produksi pertama kali engine K50.

Cummins Engine Nomenclature

Engine nomenclature memberika penjelasan mengenai series, aspirated, displacement,

aplikasi dan rated power. Bahkan yang lebih lengkap diberikan fuel system code.


 

Arti model Eng. Cummins


M11


 

B Series

 

Sumber : Cummins Introductions Training Handbook

Klik disini untuk melanjutkan »»

Saturday, April 4, 2009

Mengenal Makanan Haram

. Saturday, April 4, 2009
0 comments


Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memilih makanan yang halal serta menjauhi makanan haram. Rasulullah bersabda: “Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda: ” Sesungguhnya Allah baik tidak menerima kecuali hal-hal yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mu’min sebagaimana yang diperintahkan kepada para rasul, Allah berfirman: “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

 

Dan firmanNya yang lain: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu” Kemudian beliau mencontohkan seorang laki-laki, dia telah menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut serta berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke langit: Yaa Rabbi ! Yaa Rabbi ! Sedangkan ia memakan makanan yang haram, dan pakaiannya yang ia pakai dari harta yang haram, dan ia meminum dari minuman yang haram, dan dibesarkan dari hal-hal yang haram, bagaimana mungkin akan diterima do’anya”. (HR Muslim no. 1015).

 

Jenis Makanan HARAM:


1. BANGKAI

Yaitu hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu. Hukumnya jelas haram dan bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan badan manusia sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan. Bangkai ada beberapa macam sbb :


A. Al-Munkhaniqoh yaitu hewan yang mati karena tercekik baik secara sengaja atau tidak.

B. Al-Mauqudhah yaitu hewan yang mati karena dipukul dengan alat/benda keras hingga mati olehnya atau disetrum dengan alat listrik.

C. Al-Mutaraddiyah yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat tinggi atau jatuh ke dalam sumur sehingga mati.

D. An-Nathihah yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim 3/22 oleh Imam Ibnu Katsir).


 

Sekalipun bangkai haram hukumnya tetapi ada yang dikecualikan yaitu bangkai ikan dan belalang berdasarkan hadits:

 

“Dari Ibnu Umar berkata: ” Dihalalkan untuk dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedang dua darah yaitu hati dan limpa.” (Shahih. Lihat Takhrijnya dalam Al-Furqan hal 27 edisi 4/Th.11)

 

Rasululah juga pernah ditanya tentang air laut, maka beliau bersabda:

 

“Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.”: (Shahih. Lihat Takhrijnya dalam Al-Furqan 26 edisi 3/Th 11) Syaikh Muhammad Nasiruddin Al–Albani berkata dalam Silsilah As-Shahihah (no.480): “Dalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu halalnya setiap bangkai hewan laut sekalipun terapung di atas air (laut)? Beliau menjawab: “Sesungguhnya yang terapung itu termasuk bangkainya sedangkan Rasulullah bersabda: “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya” (HR. Daraqutni: 538).

 

Adapun hadits tentang larangan memakan sesuatu yang terapung di atas laut tidaklah shahih. (Lihat pula Al-Muhalla (6/60-65) oleh Ibnu Hazm dan Syarh Shahih Muslim (13/76) oleh An-Nawawi).

 

2. DARAH

Yaitu darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam ayat lainnya:

“Atau darah yang mengalir” (QS. Al-An’Am: 145) Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Sa’id bin Jubair. Diceritakan bahwa orang-orang jahiliyyah dahulu apabila seorang diantara mereka merasa lapar, maka dia mengambil sebilah alat tajam yang terbuat dari tulang atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta atau hewan yang kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat makanan/minuman. Oleh karena itulah, Allah mengharamkan darah pada umat ini. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/23-24).

 

Sekalipun darah adalah haram, tetapi ada pengecualian yaitu hati dan limpa berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas tadi. Demikian pula sisa-sisa darah yang menempel pada daging atau leher setelah disembelih.Semuanya itu hukumnya halal.

 

Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Pendapat yang benar, bahwa darah yang diharamkan oleh Allah adalah darah yang mengalir. Adapun sisa darah yang menempel pada daging, maka tidak ada satupun dari kalangan ulama’ yang mengharamkannya”. (Dinukil dari Al-Mulakhas Al-Fiqhi 2/461 oleh Syaikh Dr. Shahih Al-Fauzan).

 

3. DAGING BABI

Babi baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina. Dan mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya. Tentang keharamannya, telah ditandaskan dalam al-Qur’an, hadits dan ijma’ ulama.

 

4. SEMBELIHAN UNTUK SELAIN ALLAH

Yakni setiap hewan yang disembelih dengan selain nama Allah hukumnya haram, karena Allah mewajibkan agar setiap makhlukNya disembelih dengan nama-Nya yang mulia. Oleh karenanya, apabila seorang tidak mengindahkan hal itu bahkan menyebut nama selain Allah baik patung, taghut, berhala dan lain sebagainya , maka hukum sembelihan tersebut adalah haram dengan kesepakatan ulama.

 

5. HEWAN YANG DITERKAM BINATANG BUAS

Yakni hewan yang diterkam oleh harimau, serigala atau anjing lalu dimakan sebagiannya kemudia mati karenanya, maka hukumnya adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan bagian lehernya yang kena. Semua itu hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Orang-orang jahiliyah dulu biasa memakan hewan yang diterkam oleh binatang buas baik kambing, unta,sapi dsb, maka Allah mengharamkan hal itu bagi kaum mukminin.Adapun hewan yang diterkam binatang buasa apabila dijumpai masih hidup (bernyawa) seperti kalau tangan dan kakinya masih bergerak atau masih bernafas kemudian disembelih secara syar’i, maka hewan tersebut adalah halal karena telah disembelih secara halal.

 

6. BINATANG BUAS BERTARING

Hal ini berdasarkan hadits : “Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda: “Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram dimakan” (HR. Muslim no. 1933)

 

Perlu diketahui bahwa hadits ini mutawatir sebagaimana ditegaskan Imam Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (1/125) dan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah dalam I’lamul Muwaqqi’in (2/118-119) Maksudnya “dziinaab” yakni binatang yang memiliki taring atau kuku tajam untuk melawan manusia seperti serigala, singa,anjing, macan tutul, harimau,beruang,kera dan sejenisnya. Semua itu haram dimakan”. (Lihat Syarh Sunnah (11/234) oleh Imam Al-Baghawi).

 

Hadits ini secara jelas menunjukkan haramnya memakan binatang buas yang bertaring bukan hanya makruh saja. Pendapat yang menyatakan makruh saja adalah pendapat yang salah. (lihat At-Tamhid (1/111) oleh Ibnu Abdil Barr, I’lamul Muwaqqi’in (4-356) oleh Ibnu Qayyim dan As-Shahihah no. 476 oleh Al-Albani.

 

Imam Ibnu Abdil Barr juga mengatakan dalam At-Tamhid (1/127): “Saya tidak mengetahui persilanganpendapat di kalangan ulama kaum muslimin bahwa kera tidak boleh dimakan dan tidak boleh dijual karena tidak ada manfaatnya. Dan kami tidak mengetahui seorang ulama’pun yang membolehkan untuk memakannya. Demikianpula anjing,gajah dan seluruh binatang buas yang bertaring. Semuanya sama saja bagiku (keharamannya). Dan hujjah adalah sabda Nabi saw bukan pendapat orang….”.

 

Para ulama berselisih pendapat tentang musang. Apakah termasuk binatang buas yang haram ataukah tidak ? Pendapat yang rajih bahwa musang adalah halal sebagaimana pendapat Imam Ahmad dan Syafi’i berdasarkan hadits :

 

“Dari Ibnu Abi Ammar berkata: Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang musang, apakah ia termasuk hewan buruan ? Jawabnya: “Ya”. Lalu aku bertanya: apakah boleh dimakan ? Beliau menjawab: Ya. Aku bertanya lagi: Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah ? Jawabnya: Ya. (Shahih. HR. Abu Daud (3801), Tirmidzi (851), Nasa’i (5/191) dan dishahihkan Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al- Baihaqi, Ibnu Qoyyim serta Ibnu Hajar dalam At-Talkhis Habir (1/1507).

 

Lantas apakah hadits Jabir ini bertentangan dengan hadits larangan di atas? ! Imam Ibnu Qoyyim menjelaskan dalam I’lamul Muwaqqi’in (2/120) bahwa tidak ada kontradiksi antara dua hadits di atas. Sebab musang tidaklah termasuk kategori binatang buas, baik ditinjau dari segi bahasa maupun segi urf (kebiasaan) manusia. Penjelasan ini disetujui oleh Al-Allamah Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi (5/411) dan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani dalam At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah (3-28)

 

7. BURUNG YANG BERKUKU TAJAM

Hal ini berdasarkan hadits : Dari Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah melarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku tajam” (HR Muslim no. 1934)

 

Imam Al-Baghawi berkata dalam Syarh Sunnah (11/234): “Demikian juga setiap burung yang berkuku tajam seperti burung garuda, elang dan sejenisnya”. Imam Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim 13/72-73: “Dalam hadits ini terdapat dalil bagi madzab Syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad, Daud dan mayoritas ulama tentang haramnya memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam.”

 

8. KHIMAR AHLIYYAH (KELEDAI JINAK)

Hal ini berdasarkan hadits:

“Dari Jabir berkata: “Rasulullah melarang pada perang khaibar dari (makan) daging khimar dan memperbolehkan daging kuda”. (HR Bukhori no. 4219 dan Muslim no. 1941) dalam riwayat lain disebutkan begini : “Pada perang Khaibar, mereka menyembelih kuda, bighal dan khimar. Lalu Rasulullah melarang dari bighal dan khimar dan tidak melarang dari kuda. (Shahih. HR Abu Daud (3789), Nasa’i (7/201), Ahmad (3/356), Ibnu Hibban (5272), Baihaqi (9/327), Daraqutni (4/288-289) dan Al-Baghawi dalam Syarhu Sunnah no. 2811).

 

Dalam hadits di atas terdapat dua masalah :

Pertama : Haramnya keledai jinak. Ini merupakan pendapat jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan ulama setelah mereka berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas seperti di atas. Adapaun keledai liar, maka hukumnya halal dengan kesepakatan ulama. (Lihat Sailul Jarrar (4/99) oleh Imam Syaukani).

 

Kedua : Halalnya daging kuda. Ini merupakan pendapat Zaid bin Ali, Syafi’i, Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan mayoritass ulama salaf berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas di atas. Ibnu Abi Syaiban meriwayatkan dengan sanadnya yang sesuai syarat Bukhari Muslim dari Atha’ bahwa beliau berkata kepada Ibnu Juraij: ” Salafmu biasa memakannya (daging kuda)”. Ibnu Juraij berkata: “Apakah sahabat Rasulullah ? Jawabnya : Ya. (Lihat Subulus Salam (4/146-147) oleh Imam As-Shan’ani).

 

9. AL-JALLALAH

Hal ini berdasarkan hadits :

“Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah melarang dari jalalah unta untuk dinaiki. (HR. Abu Daud no. 2558 dengan sanad shahih).

 

“Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah melarang dari memakan jallalah dan susunya.” (HR. Abu Daud : 3785, Tirmidzi: 1823 dan Ibnu Majah: 3189).

 

“Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah melarang dari keledai jinak dan jalalah, menaiki dan memakan dagingnya”(HR Ahmad (2/219) dan dihasankan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648).

 

Maksud Al-Jalalah yaitu setiap hewan baik hewan berkaki empat maupun berkaki dua-yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran manuasia/hewan dan sejenisnya. (Fahul Bari 9/648). Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf (5/147/24598) meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau mengurung ayam yang makan kotoran selama tiga hari. (Sanadnya shahih sebagaimana dikatakan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648).

 

Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (11/254) juga berkata: “Kemudian menghukumi suatu hewan yang memakan kotoran sebagai jalalah perlu diteliti. Apabila hewan tersebut memakan kotoran hanya bersifat kadang-kadang, maka ini tidak termasuk kategori jalalah dan tidak haram dimakan seperti ayam dan sejenisnya…”

 

Hukum jalalah haram dimakan sebagaimana pendapat mayoritas Syafi’iyyah dan Hanabilah. Pendapat ini juga ditegaskan oleh Ibnu Daqiq Al-’Ied dari para fuqaha’ serta dishahihkan oleh Abu Ishaq Al-Marwazi, Al-Qoffal, Al-Juwaini, Al-Baghawi dan Al-Ghozali. (Lihat Fathul Bari (9/648) oleh Ibnu Hajar).

 

Sebab diharamkannya jalalah adalah perubahan bau dan rasa daging dan susunya. Apabila pengaruh kotoran pada daging hewan yang membuat keharamannya itu hilang, maka tidak lagi haram hukumnya, bahkan hukumnya hahal secara yakin dan tidak ada batas waktu tertentu. Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan (9/648): “Ukuran waktu boelhnya memakan hewan jalalah yaitu apabila bau kotoran pada hewan tersebut hilang dengan diganti oleh sesuatu yang suci menurut pendapat yang benar.”. Pendapat ini dikuatkan oleh imam Syaukani dalam Nailul Authar (7/464) dan Al-Albani dan At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah (3/32).

 

10. AD-DHAB (HEWAN SEJENIS BIAWAK) BAGI YANG MERASA JIJIK DARINYA

Berdasarkan hadits: “Dari Abdur Rahman bin Syibl berkata: Rasulullah melarang dari makan dhab (hewan sejenis biawak). (Hasan. HR Abu Daud (3796), Al-Fasawi dalam Al-Ma’rifah wa Tarikh (2/318), Baihaqi (9/326) dan dihasankan Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9/665) serta disetujui oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 2390).

 

Benar terdapat beberapa hadits yang banyak sekali dalam Bukhari Muslim dan selainnya yang menjelaskan bolehnya makan dhob baik secara tegas berupa sabda Nabi maupun taqrir (persetujuan Nabi). Diantaranya , Hadits Abdullah bin Umar secara marfu’ (sampai pada nabi) “Dhab, saya tidak memakannya dan saya juga tidak mengharamkannya.” (HR Bukhari no.5536 dan Muslim no. 1943)

 

11. HEWAN YANG DIPERINTAHKAN AGAMA SUPAYA DIBUNUH

“Dari Aisyah berkata: Rasulullah bersabda: Lima hewan fasik yang hendaknya dibunuh, baik di tanah halal maupun haram yaitu ular, tikus, anjing hitam. ” (HR. Muslim no. 1198 dan Bukhari no. 1829 dengan lafadz “kalajengking: gantinya “ular” )

 

Imam ibnu Hazm mengatakan dalam Al-Muhalla (6/73-74): “Setiap binatang yang diperintahkan oleh Rasulullah supaya dibunuh maka tidak ada sembelihan baginya, karena Rasulullah melarang dari menyia-nyiakan harta dan tidak halal membunuh binatang yang dimakan” (Lihat pula Al-Mughni (13/323) oleh Ibnu Qudamah dan Al-Majmu’ Syarh Muhadzab (9/23) oleh Nawawi).

 

“Dari Ummu Syarik berkata bahwa Nabi memerintahkan supaya membunuh tokek/cecak” (HR. Bukhari no. 3359 dan Muslim 2237). Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid (6/129)” “Tokek/cecak telah disepakati keharaman memakannya”.

 

12. HEWAN YANG DILARANG UNTUK DIBUNUH

“Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah melarang membunuh 4 hewan : semut, tawon, burung hud-hud dan burung surad. ” (HR Ahmad (1/332,347), Abu Daud (5267), Ibnu Majah (3224), Ibnu Hibban (7/463) dan dishahihkan Baihaqi dan Ibnu Hajar dalam At-Talkhis 4/916). Imam Syafi’i dan para sahabatnya mengatakan: “Setiap hewan yang dilarang dibunuh berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya boleh dimakan, tentu tidak akan dilarang membunuhnya.” (Lihat Al-Majmu’ (9/23) oleh Nawawi).

 

Haramnya hewan-hewan di atas merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu sekalipun ada perselisihan di dalamnya kecuali semut, nampaknya disepakati keharamannya. (Lihat Subul Salam 4/156, Nailul Authar 8/465-468, Faaidhul Qadir 6/414 oleh Al-Munawi). “Dari Abdur Rahman bin Utsman Al-Qurasyi bahwasanya seorang tabib pernah bertanya kepada Rasulullah tentang kodok/katak dijadikan obat, lalu Rasulullah melarang membunuhnya. (HR Ahmad (3/453), Abu Daud (5269), Nasa’i (4355), Al-Hakim (4/410-411), Baihaqi (9/258,318) dan dishahihkan Ibnu Hajar dan Al-Albani).

 

Haramnya katak secara mutlak merupakan pendapat Imam Ahmad dan beberapa ulama lainnya serta pendapat yang shahih dari madzab Syafe’i. Al-Abdari menukil dari Abu Bakar As-Shidiq, Umar, Utsman dan Ibnu Abbas bahwa seluruh bangkai laut hukumnya halal kecuali katak (lihat pula Al-Majmu’ (9/35) , Al-Mughni (13/345), Adhwaul Bayan (1/59) oleh Syaikh As-Syanqithi, Aunul Ma’bud (14/121) oleh Adzim Abadi dan Taudhihul Ahkam (6/26) oleh Al-Bassam)

 

13. BINATANG YANG HIDUP DI 2 (DUA) ALAM

Sejauh ini BELUM ADA DALIL dari Al Qur’an dan hadits yang shahih yang menjelaskan tentang haramnya hewan yang hidup di dua alam (laut dan darat). Dengan demikian binatang yang hidup di dua alam dasar hukumnya “asal hukumnya adalah halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

 

Berikut contoh beberapa dalil hewan hidup di dua alam :

KEPITING - hukumnya HALAL sebagaimana pendapat Atha’ dan Imam Ahmad.(Lihat Al-Mughni 13/344 oleh Ibnu Qudamah dan Al-Muhalla 6/84 oleh Ibnu Hazm).

KURA-KURA dan PENYU - juga HALAL sebagaimana madzab Abu Hurairah, Thawus, Muhammad bin Ali, Atha’, Hasan Al-Bashri dan fuqaha’ Madinah. (Lihat Al-Mushannaf (5/146) Ibnu Abi Syaibah dan Al-Muhalla (6/84).

ANJING LAUT - juga HALAL sebagaimana pendapat imam Malik, Syafe’i, Laits, Syai’bi dan Al-Auza’i (lihat Al-Mughni 13/346).

KATAK/KODOK - hukumnya HARAM secara mutlak menurut pendapt yang rajih karena termasuk hewan yang dilarang dibunuh sebagaimana penjelasan di atas.

 

Sumber : www.halalguide.info

Klik disini untuk melanjutkan »»

Tuesday, March 31, 2009

‘Tragedi Situ Gintung’ Bukti Kelalaian Penguasa

. Tuesday, March 31, 2009
0 comments


[Al-Islam 449] Berita sedih sekaligus perih tiba-tiba kembali menyayat hati kita. Untuk ke sekian kali, suasana duka-lara menyelimuti bangsa ini. Setelah rentetan musibah dan bencana beberapa waktu lalu yang mulai mereda, kita kembali dikagetkan oleh sebuah bencana yang menebarkan kengiluan dan kepiluan yang sama: ‘Tragedi Situ Gintung’.


Ledakan besar menandai ambrolnya tanggul sisi timur Situ Gintung Ciputat, Jumat subuh 27 Maret lalu; menggelentorkan 200 juta meter kubik air danau ke tiga kampung dan perumahan warga di bawahnya. Menurut catatan Depkes, sampai Sabtu malam (28/3), ‘tsunami kecil’ itu telah menewaskan sedikitnya 91 orang, 107 lainnya hilang, 183 rumah hancur lebur dan lima unit mobil rusak parah. “Ini bencana,” tandas Wapres Jusuf Kalla, tatkala meninjau lokasi musibah pada hari kejadian.


Ya. Seperti dikemukakan Ridwan Saidi, penulis buku Bencana Bersama SBY yang diluncurkan pada 11 Maret 2009 di Jakarta, dalam periode kekuasaan SBY-JK yang hampir genap 5 tahun telah terjadi paling tidak 400 bencana alam. Yang terbesar adalah musibah tsunami NAD-Sumut pada 26 Desember 2004, dan gempa DIY-Jateng 27 Mei 2006.


Dalam bukunya Ridwan Saidi menuturkan, rentetan bencana alam yang mengakrabi Indonesia merupakan peringatan dari Allah SWT terhadap bangsa ini yang membiarkan semakin terjadinya kerusakan dan kemaksiatan.


Memang, seperti dikemukakan Presiden SBY, secara alamiah Indonesia adalah negeri yang sangat rawan bencana. Merujuk pada perhitungan Walhi (Wahana Lingkungan Hidup), secara natural 83% wilayah Indonesia berpotensi bencana. Misalnya, gempa bumi dan letusan gunung berapi. Kondisi ini ditambah dengan kenyataan bahwa 2/3 wilayah Indonesia adalah lautan, yang memungkinkan rawan gempa dibarengi intaian tsunami. Sejarah membukukan, sejak 1820 Nusantara sudah diguncang gempa dan tsunami.


Namun, lanjut Walhi, selain karena faktor alamiah, bencana lebih banyak lantaran ulah manusia. Dalam berbagai bencana, faktor alam hanyalah salah satu penyebab dengan proporsi yang kecil. Faktor terbesar justru datang dari ketidakmampuan penguasa dalam mengurus alam serta meremehkan ancaman bencana. Kondisi lingkungan hidup yang semakin rusak menambah percepatan terjadinya bencana.


Dalam situasi seperti itu, tulis Walhi, penguasa tidak melakukan upaya sungguh-sungguh membangun suatu sistem kesiap-siagaan dalam menghadapi bencana. Negara gagal membangun sistem pendidikan yang memasukkan perspektif kerentanan bencana dalam kurikulum; gagal melakukan sosialisasi terhadap ancaman bencana; gagal melindungi lingkungan dari laju kerusakan; dan gagal dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap kegiatan yang potensial menimbulkan bencana ekologis, seperti dalam tragedi ‘Lumpur Lapindo’ di Sidoarjo, Jawa Timur.


Ketidakseriusan Pemerintah dalam mengelola politik dalam negeri, membuat 98% rakyat Indonesia berada pada posisi rentan terhadap ancaman bencana. Lantaran terbodohkan dan termiskinkan, jutaan rakyat hidup melata di pinggiran sungai, lereng gunung, perbukitan, kolong jembatan, pinggir rel kereta api, seputar tempat pembuangan sampah dan berbagai tempat berbahaya lainnya. Mereka berebut tempat dengan kecoa, kelabang, ular, buaya, macan atau gajah yang merupakan pribumi habitat tersebut.


Dalam keadaan seperti itu, sedikit saja terjadi gejala alam seperti gempa atau longsor, ancaman akan berubah menjadi petaka yang merenggut korban jiwa dan harta rakyat.


Tragedi Situ Gintung ini bukti yang ke sekian kalinya. Bendungan yang dibangun Belanda pada 1932 ini, kerusakannya sudah dikeluhkan dan dilaporkan warga sejak 2 tahun lalu kepada Dinas Perairan setempat. Namun, menurut Marwanto, warga Kampung Cirendeu, laporan tak ditanggapi. Bahkan pada November 2008, luberan air Situ pernah terjadi dan segera pula dilaporkan masyarakat, tetapi tetap dianggap sepele saja oleh pemda setempat.


Di sisi lain, lahan hijau penopang keliling Situ terus saja berubah menjadi permukiman dan areal bisnis, sementara kondisi tanggul kian membahayakan lantaran hanya berupa tanah tanpa beton. Hal ini diakui Departemen PU pada 2007, bahwa telah terjadi alih fungsi kawasan Situ se-Jadebotabek; dari total luas 193 situ di Jabodetabek sekitar 2.337,10 hektar, hanya tinggal 1.462,78 hektar saja. Hanya 19 situ yang kondisinya masih baik.


Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Berry Nahdian Forqan, juga mengkritik lemahnya koordinasi antar-Pemda di wilayah Jabodetabek untuk memulihkan kawasan hulu dan wilayah tangkapan air, khususnya untuk kawasan DAS Ciliwung dan Cisadane.


Bahkan dalam tragedi Situ Gintung, terkesan penguasa Banten dan DKI saling lempar tanggung jawab. Penelantaran wilayah perbatasan antar-propinsi seperti kawasan Ciputat ini memang khas Indonesia.


Akhirnya, tidak aneh jika Andre Victhek, novelis dan senior fellow di Oakland Institute Amerika Serikat, dalam tulisannya di The International Herald Tribune dan The Financial Times edisi 12 Februari 2007, menyatakan bahwa bencana beruntun yang menewaskan ribuan orang Indonesia lebih merupakan ‘pembunuhan massal’ ketimbang tragedi bencana alam.


Pemimpin Amanah

Umar bin al-Khaththab ra., saat menjadi khalifah, begitu terkenal dengan kata-katanya yang menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang penguasa agung (al-imâm al-a’zham): “Seandainya ada seekor keledai terperosok di kota Bagdad karena jalan rusak, aku khawatir Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban diriku di Akhirat nanti.”


Demikianlah keagungan Khalifah Umar ra. Jangankan manusia, nasib seekor binatang sekalipun tak luput dari bahan pemikiran, perhatian dan tanggung jawabnya. Khalifah Umar ra. membuktikan ucapannya. Sepanjang sejarah kepemimpinannya, telah banyak riwayat yang menunjukkan betapa tingginya kepedulian beliau terhadap rakyatnya. Beliau, misalnya, setiap malam selalu berkeliling untuk mengontrol keadaan rakyatnya. Beliau tak segan-segan memanggul sendiri gandum di atas pundaknya untuk diberikan kepada seorang janda dan keluarganya saat diketahui bahwa mereka sedang kelaparan. Padahal saat itu beliau adalah seorang penguasa besar dengan kekuasaan yang membentang sepanjang jazirah Arab, Timur Tengah, bahkan sebagian Afrika.


Beliau, dengan penuh kasih-sayang dan tanggung jawabnya, juga pernah membebaskan pungutan jizyah dari seorang Yahudi tua yang miskin dan telah sebatang kara, sekaligus menjamin kehidupannya.


Jika Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. begitu gelisah memikirkan seekor keledai karena khawatir terperosok akibat jalanan rusak, bagaimana dengan para penguasa sekarang? Meski ribuan ruas jalan rusak, bahkan sebagiannya rusak parah, dan telah menimbulkan banyak korban jiwa, para penguasa sekarang seolah tidak peduli. Banyak jalanan rusak tidak segera diperbaiki, seperti sengaja menunggu korban lebih banyak lagi.


Meski banjir sering datang menghampiri, para penguasa juga seperti tak ambil pusing. Hutan-hutan tak segera ditanami, bahkan yang ada terus digunduli; seolah menunggu korban lebih banyak lagi akibat wabah banjir yang tak terkendali.


Demikian pula, meski semburan Lumpur Lapindo telah mengubur sekian desa dan telah berlangsung lebih dari dua tahun, Pemerintah seakan-akan sudah tidak lagi memiliki nurani; membiarkan masyarakat yang menjadi korban menderita lebih menyakitkan lagi.


Ironisnya, janji-jani manis untuk rakyat tetap mereka lontarkan di saat-saat kampanye Pemilu tanpa rasa malu; seolah-olah mereka menganggap rakyat buta dan tuli atas kelalaian, ketidakamanahan, bahkan kelaliman mereka terhadap rakyat selama mereka berkuasa. Mereka tetap percaya diri untuk maju dalam Pemilu demi sebuah mimpi: menjadi penguasa. Mereka seolah tidak peduli dengan sabda Baginda Nabi saw.:


«إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى اْلإِمَارَةِ وَإِنَّهَا سَتَكُونُ نَدَامَةً وَحَسْرَةً فَنِعْمَتِ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتْ الْفَاطِمَةُ»


Kalian akan berebut untuk mendapatkan kekuasaan. Padahal kekuasaan itu adalah penyesalan pada Hari Kiamat; nikmat di awal dan pahit di ujung (HR al-Bukhari).


Mereka jauh berbeda dengan Abu Bakar ash-Shiddiq atau Umar bin al-Kththab ra. Diriwayatkan, sebelum diminta menjadi khalifah menggantikan Rasulullah, Abu Bakar ra. mengusulkan agar Umarlah yang menjadi khalifah. Alasan beliau, karena Umar ra. adalah seorang yang kuat. Namun, Umar ra. menolaknya, dengan mengatakan, ”Kekuatanku akan berfungsi dengan keutamaan yang ada padamu, wahai Abu Bakar.” Lalu Umar membaiat Abu Bakar sebagai khalifah, yang kemudian diikuti oleh para sahabat lain dari Muhajirin dan Anshar.


Dari dialog ini dapat kita pahami bahwa generasi awal Islam, yang terbaik itu, memandang jabatan seperti sesuatu yang menakutkan. Mereka berusaha untuk menghindarinya selama masih mungkin.


Keberatan para Sahabat dulu untuk menjadi pemimpin karena mereka mengetahui konsekuensi dan risiko menjadi pemimpin. Mereka begitu memahami banyak hadis Nabi saw. tentang beratnya pertanggungjawaban seorang pemimpin di hadapan Allah pada Hari Akhirat nanti. Wajarlah jika Umar bin Abdul Aziz sampai mengurung di kamarnya begitu lama seraya menangis sesaat setelah umat membaiatnya menjadi khalifah, meski ia telah berusaha keras menolaknya. Yang selalu menghantui pikirannya tidak lain adalah, betapa beratnya nanti ia mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan Allah SWT di Hari Akhir nanti.


Apalagi Rasulullah saw. jauh-jauh hari telah memperingatkan para penguasa yang lari dari tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelayan rakyat dan tidak bekerja untuk kepentingan rakyatnya, dengan sabda beliau:


«مَنْ وَلاَّهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ دُونَ حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ»


Siapa saja yang diberi oleh Allah kekuasaan untuk mengurus urusan kaum Muslim, kemudian tidak melayani mereka dan memenuhi kebutuhan mereka, Allah pasti tidak akan melayani dan memenuhi kebutuhannya (HR Dawud).


Dalam sejarah ulama salaf, diriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Abdil Aziz dalam setiap shalat malamnya sering membaca firman Allah SWT berikut:


*] احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ (٢٢)مِنْ دُونِ اللَّهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَى صِرَاطِ الْجَحِيمِ (٢٣)وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ (٢٤)[


(Kepada para malaikat diperintahkan): Kumpulkanlah orang-orang yang lalim beserta teman sejawat mereka dan sesembahan yang selalu mereka sembah selain Allah. Tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Tahanlah mereka di tempat perhentian karena sesungguhnya mereka akan dimintai pertanggungjawabannya. (QS ash-Shaffat [37]: 22-24)


Beliau mengulangi ayat tersebut beberapa kali karena merenungi besarnya tanggung jawab seorang pemimpin di akhirat, di hadapan Hakim Yang Mahaagung, Allah SWT. Lalu bagaimana dengan para pemimpin yang tidak amanah saat ini?! Wallâhu a’lam []


KOMENTAR AL-ISLAM:


Sri Mulyani: Dunia Siapkan Sistem Keuangan Baru (Mediaindonesia.com, 31/3/2009).

Selama bukan sistem keuangan Islam, sistem baru itu pasti bermasalah.

Sumber : Klik Disini

Klik disini untuk melanjutkan »»

Hitachi’s Bucket Capacity

.
2 comments


Bucket capacity is rated by using heaped capacity and struck capacity. At  present, heaped capacity is widely used.

 

Bucket Capacity Crop

1. Struck capacity
Struck capacity is defined as the volume bounded by the inside bucket contour without consideration for material supported or carried by spill guard or on bucket teeth.

2. Heaped capacity
Heaped capacity is defined as the volume in the bucket under the strike off  plane, plus that of the heaped material above the strike off plane with an angle of repose of 1:2, without consideration for material supported or carried by the spill guard or bucket teeth.At present, there are different standards to define the heaped capacity of a hoe bucket, causing confusion. This is chiefly attributed to the difference in defining the angle of repose. On the contrary, for a loading shovel bucket, almost the same definitions are employed.


 

Loading shovel bucket crop


The angles of repose are  shown in the following table  :

 

Loading shovel bucket


From this table, we can see that Hitachi rating (based on JIS) and ISO use the same angle of repose. PCSA and SAE use the greater angle of repose.

 

Bucket Capacity


Note: 


JIS: Japanese Industrial Standards (A3403-4)


PCSA: Power Crane and Shovel Association (USA)

 
SAE:  Society of Automobile Engineers (USA) (J296)


CECE: Committee for European Construction Equipment


ISO: International Standards Management (7451)

 

Sumber : Hitachi Excavator Handbook

Klik disini untuk melanjutkan »»

Tier 3 / Stage III-emissions compliant Engine

.
0 comments


The new generation ( Tier 3/Stage III-emissions compliant ) engines now on the market from leading construction equipment suppliers provide very low emissions levels to meet the latest environmental regulations. But how well do they deliver in terms of fuel economy and long-term durability? Angus Fotheringham, Komatsu Australia’s Business manager, general construction, provides some answers.

 

clip_image001

 

The current generation of Tier 3-compliant engines have been designed to meet very stringent emissions regulations put in place by environmental agencies in Europe, the US and Japan – and as such, represent the pinnacle of construction equipment engine technology.

 

Having said that, we can expect to see even more work on construction engines over the next few years, to achieve Tier 4 regulations (coming into force in the US between 2011 and 2015). Already, the on-highway transport industry is rolling out Tier 4-compliant engines.

 

clip_image001[4]

 

To meet the current Tier 3 requirements, the current generation of engines use various methods to minimise the levels of nitrous oxide (NOx), particulate matter (PM) and other emissions that pollute the air.


 

Common to all engine manufacturers’ solutions are very precise electronic engine management systems that can very accurately measure and meter the levels of fuel and air being delivered to the combustion system.

 

As with all modern diesels, critical factors include clean fuel and correct filtration management, the correct engine lubricants, and proper engine maintenance management practices.

 

However, in achieving the lower emissions required under Tier 3, different manufacturers have adopted different approaches.

 

In Komatsu’s smaller ecot3 construction equipment engines, Tier 3 compliance is being achieved primarily through sophisticated electronic engine management.

 

In its larger construction equipment engines, Komatsu, as with most other major engine manufacturers, has opted for what is known as cooled exhaust gas recirculation (EGR) as part of its ecot3 solution to comply with lower emissions standards.

 

As its name implies, EGR involves recirculating a portion of cooled exhaust gases so that the NOx and PM levels are further reduced when the exhaust gases are released to the atmosphere. This process also helps to reduce any unburnt particulates during the combustion process.

 

clip_image001[6]

 

EGR technology is not new; it has been around for at least 30 years, and is regarded as reliable and well proven – although today it is applied to modern engines in a far more technically advanced manner. In addition, EGR does not require the fitting of a particulate filter, which requires periodic replacement.

 

But in addition to EGR, Komatsu’s new generation ecot3 engines combine a number of other advanced-technology solutions. These include:

  • A high-pressure common-rail multi-stage fuel injection system
  • A patented piston/cylinder design to deliver more complete burning of fuel
  • An advanced engine management system that controls the burning of emission-causing particulates inside the cylinder.

These processes, combined with a liquid-cooled heat exchanger, significantly cool the recirculating exhaust gases before they re-enter the cylinder, resulting in a system that runs more efficient than other EGR-based engines.

 

In addition, Komatsu’s ecot3 unique cylinder design results in greatly improved combustion, for a far more efficient fuel burn.

 

The end result of this technology, in addition to significantly lower emissions, is reduced fuel consumption – a major cost-saving benefit in today’s environment of high fuel costs.

So what are the key factors in engine life? There are five critical factors that all diesels – no matter what their age or technology – require for efficient, reliable and long-term operation. These are:

  • The right operating temperature (in other words, correct cooling)
  • Clean recommended engine oil
  • Clean air
  • Clean fuel that meets the required standards
  • Regular maintenance (including oil analysis).

But there is one more factor that is often overlooked: Fuel burn.

 

An engine that burns more fuel – in other words, that is less fuel efficient – will have a shorter life than an engine burning less fuel.

 

Fuel burn, the amount of diesel that goes through an engine during its life, has a direct correlation to engine longevity. The more fuel an engine burns, the harder the components are working, and the sooner it will wear out.

 

Conversely, a more fuel-efficient engine – one that burns less specific fuel – won’t be working so hard and will have a longer life (all those other factors mentioned above being equal).

 

That’s why good fuel efficiency at optimum performance should be a key element that customers look at when choosing a machine.

 

Not only will the machine be kinder on your hip pocket every time you go to fill it up, but – provided you look after it and comply with the manufacturer’s maintenance requirements – you will get a longer life from it. That’s an important consideration when you think that approximately 30% of a machine’s repair costs over its life are in the engine.

 

In addition, the more fuel-efficient a machine is, the fewer emissions it will be producing per tonne of production, simply because it’s burning less fuel.

 

And that’s why Komatsu has paid considerable attention to developing Tier 3 engines that are more fuel-efficient than their Tier 2 predecessors.

 

As an example, Komatsu’s recently released WA600-6 wheel loader, with our new ecot3 Tier 3 engine is already proving more fuel-efficient in heavy duty quarrying face loading and load-and-carry operations in Australia than its Tier 2 predecessor.

 

In contrast, there are some Tier 3 engines around from other manufacturers which burn more fuel than their Tier 2 predecessors.

 

All this places Komatsu in a leading position in the move to Tier 4 requirements in the next few years, with Japan looking to demand the most stringent emissions requirements of any country.

 

And unlike other manufacturers’ solutions, Komatsu’s ecot3 technology is already “Tier 4 ready”, and therefore well positioned to meet these requirements, at the same time delivering unmatched fuel efficiency with longer engine life and better reliability.

 

Sumber : Komatsu Australia

Klik disini untuk melanjutkan »»

Saturday, March 28, 2009

Komatsu Engine Technology

. Saturday, March 28, 2009
0 comments


image

 

Diesel engines boast such excellent features as reduced CO2 emissions to which global warming is widely attributed. However, diesel engines emit nitrogen oxides (NOx) and particulate matter (PM), and concerns regarding their impact on the atmosphere and human body have fueled demand for the development of “clean” diesel engines that dramatically reduce these substances.


NOx is emitted during high-temperature combustion, while PM tends to be emitted when attempting to reduce NOx. This makes the reduction of both substances, while improving fuel efficiency, an immense technological challenge.

 

As shown on page 16, Tier III regulations for off road engines will be phased in from 2006 in such areas as the United States (Tier III) and Europe (Stage IIIA). The U.S. Environmental Protection Agency (EPA) plans to implement Tier III regulations from 2006 that call for a 40% reduction in NOx compared with Tier II regulations. There is a strong emphasis on reduction of off-road diesel engine emissions from construction equipment, particularly for engines used in heavy-duty (high-revolution, high-load) operations,which is a main factor underpinning increased technological development targeting construction equipment.

Building on more than 70 years of experience in off-road engine development for construction and mining equipment, Komatsu is able to design high quality engines that optimize machine functionality by leveraging a wealth of accumulated technologies and expertise as an equipment manufacturer.


In meeting the deadline for implementation of these regulations starting from 2006, Komatsu will be gradually releasing a new Tier III (Stage IIIA)-compliant engine from 2005 that combines reduced NOx and PM emissions with improved fuel efficiency.There are several notable features to these engines as follows.


1. Heavy-Duty High-Pressure Common Rail (HPCR) Fuel Injection System


Komatsu incorporated a heavy-duty High-Pressure Common Rail (HPCR) fuel injection system in designated Tier (Stage) II diesel engines to achieve both NOx and PM reductions and better fuel efficiency.The newly developed engine will see further improvement in heavy-duty HPCR functionality and more widespread application.


Specific features of the heavy-duty HPCR fuel system are its ability to inject high-pressure fuel accumulated in the common rail into the combustion chamber, thus atomizing fuel spray and optimizing combustion for better fuel efficiency, lower emissions and higher performance. Another feature is its flexibility to maintain the optimal fuel injection volume, pressure and timing through precision electronic control. This results in near complete combustion, contributing to PM emissions reduction and dramatically improved fuel efficiency.

The heavy-duty HPCR fuel system also reduces engine noise by compartmentalizing injection in a multi-staged injection process and enables high low end torque on account of its high-precision fuel control and flexible, high-pressure capability regardless of engine speed.

 

HPCR

Komatsu was among the first construction equipment manufacturers to apply HPCR technology to Tier (Stage) II engines. Given its ever-wider application in trucks and automobiles since 1995, especially in Europe, HPCR is virtually the global standard for trucks and automobiles. For Tier III (Stage IIIA) engines, the fuel system has been upgraded and fuel Heavy-Duty HPCR

 

injection pressure of up to 1,800 bars can be achieved compared with 1,400 bars for Tier (Stage) II engines. In addition, more durable supply pumps, injectors and systems are employed to withstand any harsh conditions around the world. The Komatsu heavy-duty HPCR fuel system is likely to become the global standard for off-road heavy-duty machinery in the near future.


2. Heavy-Duty Cooled EGR (Exhaust Gas Recirculation)


EGR 

Komatsu is one of the front runners in the construction and mining equipment industry to use the heavy duty cooled Exhaust Gas Recirculation (EGR) system in medium and large engines, which is effective in lowering NOx without sacrificing fuel economy.In the heavy-duty cooled EGR system, a portion of gases emitted from the engine is cooled through the
EGR cooler, and it is diverted into the cylinder as inert gas. This feature reduces the concentration of oxygen in the combustion chamber, and thus, the combustion temperature and NOx. Further, this system can reduce NOx without retarding fuel injection
timing. Cooled EGR is considered the best technology for reducing NOx in diesel engines, and most of the leading engine manufacturers have employed cooled EGR with resounding success in engines that meet stringent on-road engine regulations since 2002.


Komatsu has developed the innovative high capacity heavy-duty Twin-Valve Cooled EGR system in light of the rugged and high-load usage of construction equipment and industry regulations. Key features include a Twin-Valve EGR system with intake air bypass for high-load and wider speed- range usage (patent pending); highly reliable and durable,high-precision electronic-controlled hydraulic twin valves; and a highly durable EGR cooler for operation in rough environments.

 

image


Komatsu took advantage of its long-established Heavy-Duty Cooled EGR engine technologies for construction equipment. Tens of thousands of hours of bench tests and field tests have been conducted to assure quality for maximum reliability and durability. In consideration of heavy duty usage and various conditions all over the world,Komatsu employed extra-thick, corrosion-resistant materials in the EGR cooler.


The cooled EGR technology is bound to become the global standard in construction equipment engines, and will undoubtedly be featured on the next Tier IV (Stage IIIB) line of engines.


3. Total Electronic Control


Komatsu has employed electronic controls in the new engine to enable total control over the equipment,such as variable horsepower control, hydro-static engine control and torque-converter engine control.Variable horsepower control, for example, selects the optimal fuel-consumption map and output of construction equipment in accordance with actual condi-
tions. This is the kind of technology that Komatsu, as a manufacturer of both engines and equipment, has the proven capability to develop.


4. Combustion Technology


Several improvements have been made in the combustion chambers for better air/fuel mixing and optimal combustion. For small engines, in addition to employment of HPCR technology, a four-valves-per-cylinder design is applied so that the fuel injection nozzle is placed in the center of the combustion chamber, enabling much greater optimal combustion.


5. Air-to-Air Charge Air Cooling

 

The air-to-air charge air cooling system is effective for lowering the charge air temperature to inhibit NOx emissions without sacrificing fuel economy.For this reason, more Tier III (Stage IIIA)-compliant engines will be fitted with this system.

 

In the years ahead, Komatsu will strive for technological innovation in further developing low-emissions engines in preparation for future environmental regulations, while providing global customers with products that are both ecological and economical.

 

Sumber : Komatsu VIEWS Magazine

Klik disini untuk melanjutkan »»
 

Alexa Page Rank

Site Meter

Info Komputer Pengunjung

IP
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | Distributed by Blogger Templates